Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang
berseru mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?"
tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya
masuk,"Maafkanlah, ayahku sedang demam",kata Fatimah
yang membalikkan badan dan menutup pintu.
Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata
sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah,"Siapakah
itu wahai anakku?"
"Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini
aku melihatnya,"tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah
menatap puterinya itu dengan pandangan
yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian
wajah anaknya itu hendak dikenang.
"Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan
sementara,dialah yang memisahkan pertemuan di dunia.
Dialah malaikatul maut," kata Rasulullah,
Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut
datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa
Jibril tidak ikut sama menyertainya.
Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah
bersiap diatas langit dunia menyambut ruh kekasih
Allah dan penghulu dunia ini.
"Jibril,jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?",
tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.
"Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah
menanti ruhmu.
"Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu,"
kata Jibril.
Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah
lega,matanya masih penuh kecemasan.
"Engkau tidak senang mendengar khabar ini?", tanya
Jibril lagi.
"Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?"
"Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah
mendengar Allah berfirman kepadaku:
"Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat
Muhammad telah berada didalamnya," kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan
tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh
tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya
menegang.
"Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini."
Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali
yang disampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril
memalingkan muka.
"Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu
Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar
wahyu itu. "Siapakah yang sanggup, melihat kekasih
Allah direnggut ajal," kata Jibril. Sebentar kemudian
terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak
tertahankan lagi.
"Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua
siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku."
Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah
tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak
membisikkan sesuatu,
Ali segera mendekatkan telinganya.
"Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku"
"peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah
di antaramu."
Diluar pintu tangis mulai terdengar bersahutan,
sahabat saling berpelukan.Fatimah menutupkan tangan di
wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke
bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.
"Ummatii,ummatii,ummatiii?" - "Umatku, umatku, umatku"
> > Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi
sinaran itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya?
Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik wa salim
'alaihi Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.
NB: Kirimkan kepada sahabat-sahabat muslim lainnya
agar timbul kesadaran untuk mengingat maut dan
mencintai Allah dan RasulNya, seperti Allah dan
Rasulnya mencintai kita.
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
berseru mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?"
tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya
masuk,"Maafkanlah, ayahku sedang demam",kata Fatimah
yang membalikkan badan dan menutup pintu.
Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata
sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah,"Siapakah
itu wahai anakku?"
"Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini
aku melihatnya,"tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah
menatap puterinya itu dengan pandangan
yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian
wajah anaknya itu hendak dikenang.
"Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan
sementara,dialah yang memisahkan pertemuan di dunia.
Dialah malaikatul maut," kata Rasulullah,
Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut
datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa
Jibril tidak ikut sama menyertainya.
Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah
bersiap diatas langit dunia menyambut ruh kekasih
Allah dan penghulu dunia ini.
"Jibril,jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?",
tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.
"Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah
menanti ruhmu.
"Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu,"
kata Jibril.
Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah
lega,matanya masih penuh kecemasan.
"Engkau tidak senang mendengar khabar ini?", tanya
Jibril lagi.
"Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?"
"Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah
mendengar Allah berfirman kepadaku:
"Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat
Muhammad telah berada didalamnya," kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan
tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh
tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya
menegang.
"Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini."
Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali
yang disampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril
memalingkan muka.
"Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu
Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar
wahyu itu. "Siapakah yang sanggup, melihat kekasih
Allah direnggut ajal," kata Jibril. Sebentar kemudian
terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak
tertahankan lagi.
"Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua
siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku."
Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah
tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak
membisikkan sesuatu,
Ali segera mendekatkan telinganya.
"Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku"
"peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah
di antaramu."
Diluar pintu tangis mulai terdengar bersahutan,
sahabat saling berpelukan.Fatimah menutupkan tangan di
wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke
bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.
"Ummatii,ummatii,ummatiii?" - "Umatku, umatku, umatku"
> > Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi
sinaran itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya?
Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik wa salim
'alaihi Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.
NB: Kirimkan kepada sahabat-sahabat muslim lainnya
agar timbul kesadaran untuk mengingat maut dan
mencintai Allah dan RasulNya, seperti Allah dan
Rasulnya mencintai kita.
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Sumber : http://sscomit.freetzi.com/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=56
0 komentar:
Posting Komentar